Jokowi-Basuki bawa efek bola salju ke daerah lain

Written By lso on Wednesday 18 July 2012 | 05:50


Jokowi-Basuki bawa efek bola salju ke daerah lain
Berita dari antaranews disebutkan  Kemenangan versi hitung cepat lembaga survei untuk pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama dinilai seorang politisi akan menciptakan efek bola salju ke daerah lain yang akan menggelar pemilihan kepada daerah.

"Kemenangan Jokowi-Basuki akan merembet ke daerah-daerah dimana rakyat menunjukkan keinginannya untuk memilih pemimpin yang bebas dari korupsi," kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat kepada ANTARA News, Jakarta, Kamis.

Dia menilai masyarakat daerrah akan memilih pemimpin yang bebas dari korupsi, sedangkan Jokowi selama ini dikenal sebagai walikota yang dekat dengan rakyat dan antikorupsi.

Itu menjadi daya tarik utama yang menjadikan Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. 

"Apabila kemenangan ini berlanjut pada putaran kedua dimana Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI, maka ini akan menjadi bola salju yang menggelinding ke daerah terhadap keinginan rakyat akan perubahan dan pemberantasan korupsi," kata Martin.

Dan perubahan dan pemberantasan korupsi adalah pesan yang tersirat dari kemenangan Jokowi-Basuki ini.

Rakyat, kata Martin, sudah muak terhadap kepemimpinan korup dan Jokowi beruntung pada waktu yang tepat menjadi calon Gubernur Jakarta. 

"Sorotan yang luas terhadap kasus Wisma Atlet dan Hambalang sebagai megaskandal kasus korupsi yang dilakukan kader-kader partai tertentu yang kebetulan mengusung Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli adalah salah satu sebabnya," klaim Martin. 

Dia yakin pasangan Jokowi-Basuki memenangkan putaran kedua nanti asal konsisten pada cita-cita perubahan dan semangat antikorupsi yang dibawakannya sambil merangkul pendukung calon-calon gubernur yang tidak lolos ke putaran kedua.

"Pendeknya rakyat sudah merindukan pemimpin yang sesuai kata dan perbuatan sekarang. Merindukan pemimpin yang benar-benar jujur untuk memberantas korupsi," kata Martin. 
05:50 | 0 comments | Read More

Jokowi Balikkan Prediksi

Jokowi Balikkan Prediksi . 

Diberitakan dari fajar.co.id  Pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta, Rabu 11 Juli, benar-benar memunculkan kejutan. Pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tak pernah diunggulkan ternyata sukses memecundangi pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) yang selama ini selalu disebut-sebut berbagai lembaga survei bakal memenangi pilgub.

Begitulah hasil penghitungan cepat (quick count) oleh beberapa lembaga survei. Berdasar penghitungan cepat itu, Jokowi-Ahok bertengger di posisi teratas, baru kemudian disusul Foke-Nara dengan selisih sekitar 9 persen. Dua pasangan tersebut bakal bertarung kembali pada putaran kedua September mendatang.

Berdasar penghitungan cepat Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Jokowi-Ahok meraih 43,04 persen suara, sedangkan Foke-Nara hanya 34,17 persen suara. Pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini berada di peringkat ketiga dengan 11,77 persen, disusul pasangan independen Faisal Basri-Biem Benyamin dengan 4,83 persen suara.
Secara mengejutkan, pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono hanya meraih 4,34 persen suara dan Hendardji Supandji-Riza Patria berada di nomor buncit dengan perolehan 1,80 persen suara.

Hasil tersebut berbeda jauh dari jajak pendapat seluruh lembaga survei sebelumnya yang mengunggulkan Fauzi Bowo bakal memimpin perolehan suara. Survei Lingkaran Survei Indonesia pada 22–27 Juni lalu menyatakan Foke-Nara bakal menang besar dengan meraup 43,7 persen, jauh mengungguli Jokowi-Ahok yang hanya meraup 14,4 persen suara.

Survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) pada 2–7 Juli lalu bahkan menyatakan Foke-Nara meraup 47,2 persen, jauh meninggalkan Jokowi-Ahok yang hanya meraup 15,2 persen suara.
Perolehan suara Jokowi-Ahok tersebut luar biasa besar. Berdasar survei internal PDI Perjuangan, Desember lalu, ketika ditetapkan sebagai calon gubernur, popularitas Jokowi hanya 6 persen. Sebulan kemudian, popularitasnya naik menjadi 17 persen.

Akhir Juni lalu, popularitas Jokowi berdasar survei internal PDI Perjuangan-Gerindra meningkat lagi menjadi 33 persen, masih jauh di bawah Foke di kisaran 43 persen. Kini setelah pencoblosan, perolehan suara justru berbalik. Jokowi memperoleh 43 persen, sedangkan suara Foke melorot menjadi 34 persen.

Direktur Eksekutif Puskaptis Yusin Yazid menjelaskan, melorotnya suara Foke tersebut disebabkan kurang kreatif dan tidak profesionalnya kinerja tim sukses. Juga, pendekatan mereka kepada media massa sangat buruk karena hanya mengandalkan sejumlah media tertentu.

Selain itu, partai pengusung Foke tidak bekerja karena terjadinya konflik internal maupun mendukung calon lain. Sebagai petahana (incumbent), Foke juga lebih senang berada di belakang meja dibanding turun ke lapangan mendekati masyarakat secara langsung.

’’Sebenarnya Partai Demokrat (Foke-Nara) dan PDI Perjuangan (Jokowi-Ahok) sama-sama tidak bekerja di lapangan. Hanya massa PKS (Hidayat-Didik) yang efektif bekerja. Namun, kunci kemenangan Jokowi adalah kampanye dengan model pendekatan langsung ke masyarakat, sehingga warga Jakarta merasa sosok seperti Jokowi-lah yang mereka butuhkan,’’ tuturnya.

Pakar politik Universitas Indonesia Budyatna menilai, Fauzi Bowo dihukum kalangan menengah ke atas yang tidak peduli terhadap stigma kesukuan yang selalu diusung Foke-Nara. Mereka lebih mementingkan calon yang mengusung program-program yang diharapkan mampu menuntaskan permasalahan Jakarta.

’’Dalam pilkada lalu (2008), terjadi pertarungan ideologis dan kesukuan. Namun, kini warga Jakarta sudah cerdas. Mereka menginginkan perubahan karena sudah tidak percaya kepada incumbent,’’ ungkapnya.

Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menilai, masyarakat tidak peduli lagi terhadap hasil survei karena lembaga survei dinilai sekadar korporasi pencari keuntungan dari demokrasi. Warga Jakarta juga cerdas karena tidak lagi mengandalkan pertimbangan agama atau etnis dalam memilih. ’’Masyarakat sudah tidak peduli itu semua,’’ tegasnya.

Direktur Executive Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia Toto Izul Fatah mengungkapkan, tiga hasil survei lembaganya memang menunjukkan Foke-Nara paling unggul. Namun, elektabilitas Jokowi-Ahok meningkat sangat signifikan.

’’Selalu terjadi margin antara survei dan quick count. Sebab, survei didasarkan pada opini responden yang selalu berubah, sedangkan quick count berdasar fakta penghitungan suara TPS, sehingga tidak bisa dijadikan patokan,’’ terangnya.

Toto menilai, Jokowi juga unggul karena banyaknya golongan putih yang mencapai 40 persen, naik 5 persen dibanding pilkada lima tahun sebelumnya. Golongan putih tersebut diperkirakan merupakan pemilih tradisional Foke dalam pemilu sebelumnya, namun kali ini tidak menggunakan suaranya karena berbagai alasan.

’’Foke cenderung tidak terlalu banyak manuver. Bahkan, cenderung menjauhi publik, menjauhi pers, dan malah melepaskan kampanye kepada Nachrowi. Mungkin karena percaya diri terlalu tinggi lantaran banyak survei yang mendukung kemenangannya,’’ terang Toto.

Sementara itu, suara Jokowi berasal dari swing voters atau massa mengambang yang mencapai 30 persen. Massa mengambang itu baru menjatuhkan pilihan pada hari pencoblosan karena sejumlah faktor. Misalnya, pencitraan positif Jokowi yang merakyat maupun pakaian khas kotak-kotak merah yang gampang diingat publik.

Terkait dengan putaran kedua, Toto menilai Foke akan meraup suara limpahan dari pemilih Hidayat-Didik karena basis ideologi nasional religius pemilih Hidayat-Didik yang sulit menerima calon berbeda agama seperti Ahok yang berpasangan dengan Jokowi. ’’Massa PKS sulit mendukung Jokowi yang abangan. Namun, seberapa banyak yang pindah, sulit diperhitungkan,’’ ujarnya.

Hal berbeda disampaikan Budyatna. Dia menilai, Jokowi-Ahok akan memperoleh limpahan suara dari pendukung empat kandidat yang kalah namun tetap menginginkan perubahan di Jakarta. ’’Saya melihat, di antara enam kontestan, lima calon selalu mengkritik Foke. Jadi, ada kemungkinan sebagian besar suara yang tidak menang mengarah ke Jokowi,’’ tutur Budyatna.

Mengapa Dua Putaran?

Meski Jokowi-Ahok diperkirakan berhasil memperoleh suara 43 persen, mengungguli Foke-Nara yang mendulang 34 persen, pilgub DKI Jakarta dipastikan bakal berlangsung dua putaran. Kondisi itu tidak lazim dan tidak terjadi di daerah lain.

Di daerah lain, pasangan calon yang memperoleh suara tertinggi dan lebih dari 30 persen otomatis akan ditetapkan sebagai pemenang pilkada. Itu sesuai dengan ketentuan pasal 107 ayat 2 UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Yakni, bila tidak ada pasangan calon yang memperoleh 50 persen suara, namun ada pasangan calon yang mendapatkan 30 persen, pasangan calon yang memperoleh suara tertinggi akan ditetapkan sebagai pemenang pilkada.

Artinya, karena Jokowi memperoleh 43 persen suara, sedangkan Foke hanya mendapatkan 34 persen, pasangan Jokowi-Ahok-lah yang memenangi pilgub karena perolehan suaranya lebih tinggi bila dibandingkan dengan Foke. Tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku di DKI Jakarta karena sistem pemilihan yang berbeda dari daerah lain. 

Berdasar pasal 11 UU No 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemenang pilkada DKI adalah pasangan calon yang memperoleh 50 persen suara.
Bila tidak ada yang memperoleh 50 persen, dua pasangan calon yang memperoleh suara tertinggi akan maju ke putaran kedua yang hanya mempertandingkan dua pasangan calon. (*/sil)
05:48 | 0 comments | Read More

Tim Jokowi bantah lakukan politik uang

Tim Jokowi bantah lakukan politik uang.

Berita di kutip dari Jakarta (ANTARA News) - Tim pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah telah melakukan politik uang seperti yang dituduhkan tim sukses pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Pada Selasa, tiga orang anggota tim sukses Jokowi-Ahok menemui Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jakarta, Ramdansyah, untuk menyampaikan bantahan terhadap tuduhan tersebut.

"Saya memang berada di Kelurahan Pegangsaan dan menjadi saksi di kelurahaan pada saat penghitungan suara. Nah, foto yang diambil itu adalah foto saya sedang bercanda dengan masyarakat," ujar Koordinator Saksi Tim Jokowi-Ahok Kelurahaan Pegangsaan, Arif Hidayat.

Menurut tim Fauzi-Nachrowi, Arif adalah anggota tim pasangan Jokowi-Ahok yang membagikan uang kepada warga saat Pilkada Jakarta dan kegiatannya dipotret oleh ketua Rukun Warga (RW) setempat. 

Tim Fauzi Bowo menuduh Arif sebagai koordinator lapangan yang membagikan baju dengan selipan uang Rp50 ribu sampai Rp75 ribu kepada warga.

"Memang saya memberikan uang, tapi uang tersebut diberikan kepada saksi. Ada 43 saksi di kelurahan tersebut," kata Arif.

Arif menyesalkan tindakan Ketua RW 07 Kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, yang mengambil foto tersebut tanpa melakukan klarifikasi dulu dengannya.

Sementara orang yang melaporkan adanya politik uang, Ian Awalisi Linrai P, datang ke kantor Panwaslu untuk memberikan keterangan. Ia datang didampingi tim Fauzi-Nachrowi.

"Setelah mendapatkan mendapatkan masukan dari masyarakat, kami menemukan adanya pembagian uang pada saat pemilihan," kata Ian serta menambahkan ada saksi yang melihat langsung dan mendengar adanya kegiatan politik uang. 

Ramdansyah mengatakan Panwaslu akan memanggil saksi dan bukti-bukti terkait tuduhan itu. "Jika memang terbukti baru dijatuhkan sanksi," katanya.
05:44 | 0 comments | Read More

Setiawan Djody Sambangi Rumah Dinas Jokowi

Setiawan Djody Sambangi Rumah Dinas Jokowi.

Bapak Setiawan Djody seorang Dedengkot grup musik cadas Kantata Takwa, Setiawan Djody, menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo menjadi Gubernur DKI. Hal itu diungkapkannya saat menemui Jokowi di Solo, Rabu (18/7/2012).

Dengan setelan baju dan celana warna putih, Djody mendatangi Rumah Dinas Walikota Solo di Lojigandrung.

Menurut Setiawan Djody, Jokowi merupakan calon yang pas untuk memimpin Jakarta. Djody menganggap dua calon yang bersaing di pilkada putaran kedua semuanya berkualitas, namun dirinya menganggap Jokowi mempunyai kelebihan dibandingkan calon petahana.

"Saya bukan anggota partai apapun dan mempunyai hak untuk memilih. Kedua calon semua sama-sama baik, baik Foke maupun Jokowi, namun buat saya yang terbaik adalah Jokowi," kata Setiawan Djody.

Namun saat didesak alasan memilih Jokowi, Setiawan Djody menolak menjelaskan dan hal tersebut merupakan hak asasinya. "Kita jelaskan nanti alasannya, dan itu termasuk hak asasi saya," katanya.

Menanggapi salah satu pertanyaan wartawan tentang bentuk dukungan kepada Jokowi berupa dana, tokoh musik tersebut pun membantahnya. "Oh enggak, kita relawan biasa. Bahaya itu, nanti diserang black campaign," katanya sambil tersenyum.

Kedatangannya menemui Jokowi menurut dia hanya karena kedekatan yang sudah terjalin sejak pemilihan walikota Solo dan juga sesama pengusaha, dan tentunya sesama penyuka musik cadas.
05:42 | 0 comments | Read More

Jokowi Peluang Menang Di Pilkada Putaran Kedua Besar


Jokowi Peluang Menang Di Pilkada Putaran Kedua Besar. Jokowi hampir dipastikan menjadi pemenang putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2012. Berdasarkan hasil quick count, ia mengungguli lima pesaing lain untuk menjadi gubernur Jakarta. Bagaimana peluangnya di putaran kedua nanti?
Jokowi
Mengumpulkan suara sekitar 41 hingga 43% di putaran pertama berdasarkan hasil hitung cepat, Jokowi tinggal menunggu dua hari lagi untuk pengesahan kemenangannya di Pilkada DKI Jakarta. KPU setempat memang baru melakukan rekapitulasi pada esok hari, untuk kemudian mengumumkan hasil pemilihan umum pada 20 Juli 2012.

Masalah kini bergeser. Bukan lagi berapa persen suara yang didapat Jokowi di putaran pertama, namun, apakah ia bersama Ahok mampu memenangi putaran kedua? Kemungkinan walikota Solo ini akan bersaing dengan Fauzi Bowo, Gubernur Jakarta saat ini.

Menurut Siti Zuhro, peneliti senior LIPI, peluang Jokowi-Ahok memenangi Pilkada besar. Sangat kecil kemungkinan sekitar 41-43% suara yang memilih pasangan ini beralih karena mereka sudah terlanjur ‘jatuh cinta’ kepada sosok Jokowi. Walikota Solo ini memang dikenal lebih mengedepankan pendekatan personal yang santun.

Selain itu, besarnya peluang Jokowi untuk menjadi gubernur Jakarta bisa dilihat dari hal lain. Memang ada kecenderungan bahwa calon yang sudah memenangkan pemilihan umum putaran pertama, akan mampu mempertahankan kemenangan tersebut di putaran berikutnya.

Siti Zuhro juga menegaskan, bahwa putaran pertama Pilkada DKI Jakarta menunjukkan kebangkitan masyarakat sipil. Kalau dahulu calon yang didukung oleh parpol besar hampir selalu dipastikan menang, tidak demikian halnya dalam Pilkada DKI 2012 ini. Hanya calon yang diyakini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang akan dipilih oleh rakyat.

Foto: VIVAnews/Muhamad Solihin
05:41 | 0 comments | Read More